Keterkaitan Pendidikan Kewarganegaraan dan Pembelajaran Berbasis Masalah Kontekstual

07/05/2014 20:48

Keterkaitan Pendidikan Kewarganegaraan dan Pembelajaran Berbasis Masalah Kontekstual saya jelaskan sebagai berikut.

 

Kompetensi penguasaan bahan ajar dalam PKn mencakup tiga aspek kompetensi, yaitu memahami Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic Knowledge), memahami Keterampilan Kewarganegaraan (Civic Skills), dan memahami Sikap Kewarganegaraan (Civic Disposition). Ciri utama PKn (baru) tidak lagi menekankan pada mengajar tentang PKn tetapi lebih berorientasi pada membelajarkan PKn atau pada upaya-upaya guru untuk mendorong partisipasi siswa dalam tataran publik. Cogan (Komalasari et al, 2010: iii) mengemukakan bahwa:

 

“Pentingnya PKn mengembangkan “multidimensional citizenship”. Warga negara multidimensional ini memiliki lima atribut pokok yakni (Cogan, 1998): “…a sense of identify; the enjoyment of certains rights; the fufliment of corresponding obligations; a degree of interest and involvement in public affairs; and an acceptance of basic societal values.” Karakteristik tersebut menuntut adanya upaya pengembangan kurikulum dan pembelajaran PKn yang berorientasi pada konsep “contextulized multiple intelligence” dalam nuansa lokal, nasional, dan global.”

 

Ahli PKn dari Indonesia, Wahab & Sapriya (2011: 333) mengemukakan bahwa:

 

“Salah satu tindakan inovasi itu adalah pergeseran dalam penerapan pendekatan pembelajaran PKn dari pendekatan yang berorientasi pada tujuan dan isi (content based curriculum) ke arah yang lebih menekankan pada tujuan dan proses (process based curriculum) bahkan sekarang telah bergeser pada inovasi yang lebih terkini, yakni pendekatan yang berorientasi pada kompetensi (competency based curriculum). Gagasan ini dimaksudkan agar melalui PKn dapat terbentuk warga negara yang lebih mandiri dalam memahami dan mencari solusi terhadap masalah yang dihadapi serta mengambil keputusan-keputusan yang terbaik bagi dirinya, lingkungan serta masyarakatnya.”

 

Berdasarkan pandangan di atas maka pendekatan pembelajaran PKn perlu siswa didorong untuk memiliki pengetahuan, sekaligus keterampilan dan sikap yang baik terhadap masalah dan pemecahan masalah kewarganegaraan sebagai wahana pendewasaan siswa dan latihan menyelesaikan masalah yang natural. Oleh karena itu, sekolah dan guru harus mampu menjembatani di antara dua lingkup pembelajaran yang berbasis rumah dan masyarakat.

 

Mengacu kepada Robinson yang mengidentifikasi tujuan PKn yang sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kewarganegaraan sebagai berikut (Wahab & Sapriya, 2011: 313):

 

  1. Knowledge and skills to assist in solving the problem of our times.
  2. Awareness of the effects of science on civilization and its use to improve the quality of life.
  3. Readiness for effective economic life.
  4. Ability to make value judgement for effective life in a changing world.
  5. Recognition that we live in a open-ended world wich requires receptivity to new facts, new ideas, and new ways of life.
  6. Participation in the process of decision-making through expression of views to representatives, expent, and specialists.
  7. Belief in both liberty for the individual and equality for all, as guaranteed by the constitution of the United State.
  8. Pride in the achievements of the United State, appreciation of the contributions of other peoples, and support for intenational peace and cooperation.
  9. Use of the creative art to sensitize oneself to universal human experience and to the unigueness of the individual.
  10. Compassion and sensitivity for the needs, feeling, and aspirationship other human beings.
  11. Development of democratic principles and application to daily life.

 

Pada hakikatnya PKn mengarahkan warga negara pada tantangan kehidupan yang dinamis yakni tantangan para era globalisasi dan demokrasi. Warga negara yang diharapkan adalah warga negara yang cerdas (an informed citizenship), warga negara yang mampu berpikir analitis (analytical citizenship), dan warga negara yang memiliki komitmen dan mampu berpartisipasi (a committed and participation) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta pergaulan internasional. Sejatinya, citizenship education mencakup all positive influence which are intended to shape a citizens view to his role in society” (NCSS, 2002). Bahwa PKn mencakup semua pengaruh positif yang membentuk warganegara dalam perannya di masyarakat.

 

Dalam kurikulum berbasis kompetensi, pembelajaran yang menghubungkan materi yang diajarkan dengan masalah-masalah kehidupan masyarakat dikenal dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Dengan pembelajaran CTL, peserta didik didorong untuk belajar melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan yang alamiah.

 

Selain itu, berdasarkan rambu-rambu pembelajaran PKn dalam Kurikulum 2004, ditegaskan bahwa pembelajaran dalam mata pelajaran Kewarganegaraan merupakan proses dan upaya membelajarkan dengan menggunakan pendekatan belajar kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan, keterampilan, dan karakter warga negara Indonesia. CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Terdapat tujuh komponen CTL, yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya.

 

Dalam CTL dikenal model Problem Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM), yaitu “suatu teknik belajar-mengajar yang yang dihasilkan dari proses bekerja menuju pemahaman, atau resolusi masalah” (Ross, 1991 dalam Hillman, 2003: 2). PBM dilaporkan banyak ahli dan peneliti cocok digunakan dalam pembelajaran PKn yang mengutamakan pembinaan aspek afektif.

 

Pola pembelajaran PBM dianggap unggul untuk pembelajaran afektif karena, PBM tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. PBM dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual melalui pengalaman langsung dan simulasi. Hal tersebut akan berdampak pada siswa untuk mudah mengidentifikasi masalah, mudah mengingat, meningkatkan pemahaman, meningkatkan pengetahuan yang relevan dengan praktif, kemampuan kepemimpinan dan kerja sama, keterampilan belajar, dan memiliki motivasi belajar.

 

Pembelajaran PKn Berbasis Masalah Kontekstual juga sebagai implemetasi dari makna Civic Education menurut Suryadi dan Budimansyah (2004: 31) yang mengungkapkan bahwa:

 

“Civic Education mengembangkan state of mind, pembangunan karakter bangsa merupakan proses pembentukan warganegara yang cerdas serta berdaya nalar tinggi. Civic education memusatkan perhatian pada pembentukan kecerdasan (civic intelligene), tanggung jawab (civic reasonability), dan partisipasi (civic participatio) warganegara sebagai landasan untuk mengembangkan nilai dan perilaku demokrasi.”

 

Maka Pembelajaran PKn Berbasis Masalah Kontekstual ini juga merupakan pendekatan yang lebih partisipatif dengan menekankan pada latihan penggunaan nalar dan logik, dengan membelajarkan siswa agar memiliki kepekaan sosial dan memahami permasalahan yang terjadi dilingkungan secara cerdas.

 

Perolehan pengetahuan dari pengalaman langsung dengan melihat, mendengar, mengecap, meraba serta menggunakan alat indra dapat dianggap permanen dan tidak mudah dilupakannya karena kata-kata yang mereka peroleh benar-benar mereka kenal yang diperolehnya melalui pengalaman yang konkret.

 

Dengan demikian, PBM memiliki manfaat sebagai berikut:

  1. Siswa terlatih sejak usia sekolah memiliki pemikiran yang kritis, aktif, inovatif, dan kreatif. Maka kelak diharapkan menjadi manusia dewasa yang memiliki kecerdasan berpikir dan bertindak dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan.
  2. Siswa terlatih untuk memiliki memiliki kecerdasan emosional yang baik dalam mengambil suatu keputusan, sehingga siswa cenderung lebih bijak dalam bertindak karena apa yang akan dilakukan terlebih dahulu sudah mereka sadari dampaknya.
  3. Sisa dapat lebih bijak menerima segala perbedaan pendapat, sehingga muncul sikap saling menghargai perbedaan dan memiliki sikap demokratis. Terbangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan sosial.

Hal itulah makanya pendekatan Pembelajaran PKn perlu diarahkan ke pendekatan pembelajaran kooperatif, yaitu model PBM yang menekankan kerja sama siswa menemukan dan memecahkan masalah (konflik) diri sendiri maupun kelompok, keluarga, masyarakat, dan negara. Sejalan dengan Qualifications and Curriculum Authority (1998) mengenai tujuan PKn pada persekolahan dan perguruan tinggi dijelaskan untuk memberikan kenyamanan dan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan-keterampilan dan nilai-nilai yang relevan dengan hakikat demokrasi partisipatif; juga untuk meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban, perasaan tanggung jawab yang diperlukan untuk pengembangan para siswa menjadi warganegara aktif, maka tujuan PKn ini dapat tercapai salah satunya dengan menerapkan pembelajaran yang bersifat instructional treatment yang berbasis masalah untuk mengembangkan pengetahuan, kecakapan dan watak warganegara demokratis yang memungkinkan dan mendorong keikutsertaan dalam pemerintahan dan masyarakat sipil (civil society).