Beberapa Teori Belajar Pendukung Pembelajaran Berbasis Masalah

07/05/2014 21:14
  1. Teori Belajar Sosial

Teori Belajar sosial merupakan teori belajar perilaku yang tradisional. Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1969 dalam Dahar, 2011: 22). Teori belajar sosial Bandura menguraikan kumpulan ide mengenai cara perilaku dipelajari dan diubah. Penerapan teori ini hampir pada seluruh perilaku, dengan perhatian khusus pada cara perilaku baru diperoleh melalui belajar mengamati (observational learning). Teori ini digunakan dengan mudah untuk perkembangan agresi, perilaku yang ditentukan, ketekunan, dan reaksi psikologis yang datar pada emosi.

Dahar tentang teori belajar sosial menjelaskan bahwa (Dahar, 2011: 22):

 

“Teori belajar sosial menekankan bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan pada seseorang tidak random; lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya. Suatu perspektif belajar sosial menganalisis hubungan kontinu antara variabel-variabel lingkungan, cirri-ciri pribadi, dan perilaku terbuka dan tertutup seorang. Perspektif ini menyediakan interpretasi-interpretasi tentang bagaimana terjadi belajar sosial dan bagaimana kita mengatur perilaku kita sendiri.”

 

Teori Bandura dengan jelas menggunakan sudut pandang kognitif dalam menguraikan belajar dan perilaku. Melalui kognitif kita berarti Bandura berasumsi tentang pikiran manusia dan menafsirkan pengalaman mereka.

Prinsip-prinsip umum dari teori Bandura (Pertiwi et al, 2010: 5) sebagai berikut:

 

  1. Orang dapat belajar dengan mengamati perilaku dari orang lain dan hasil dari perilaku tersebut.
  2. Belajar dapat terjadi tanpa perubahan perilaku. Para behavioris mengatakan belajar harus diwakili oleh perubahan permanen dalam perilaku. Namun dalam teori pembelajaran sosial dikatakan bahwa orang dapat belajar melalui observasi sendiri, belajar mereka belum tentu ditampilkan dalam perilaku mereka. Belajar dapat mengakibatkan perubahan perilaku atau mungkin tidak sama sekali.
  3. Kognisi berperan dalam belajar. Selama 30 tahun terakhir teori belajar sosial telah menjadi semakin mengarah ke pembelajaran kognitif dalam proses belajar. Kesadaran dan harapan dari penguatan atau ancaman di masa mendatang dapat menimbulkan efek yang signifikan pada perilaku tampak dari orang-orang.

 

  1. Dewey (Kelas Demokratis)

John Dewey adalah seorang filsuf dan pendidik berkebangsaan Amerika. Dewey menjelaskan bahwa (Purnamasari, 2003: 38, 69):

 

“Dalam kelas, suatu proses demokrasi dapat terbentuk dengan memperhatikan kebebasan individu, dalam hal ini kebebasan siswa untuk menentukan sebatas mana kemauannya untuk menerima ilmu yang diajarkan oleh guru. Bila siswa tidak mengerti apa yang dikatakan gurunya, mereka diberikan kebebasan untuk bertanya hingga jelas. Demikian juga dalam menentukan sendiri pilihannya masing-masing. Seorang siswa diberi kesempatan untuk menentukan sendiri mana yang mereka inginkan (tidak dipaksakan).”

 

Teori Dewey ini menekankan perlunya pendidikan partisipatif, yaitu pendidikan yang dalam prosesnya menekankan pada keterlibatan peserta didik dalam pendidikan. Pola pendidikan partisipatif menuntut para peserta didik agar dapat melakukan pendidikan secara aktif. Bukan hanya pasif, mendengar, mengikuti, mentaati, dan mencontoh guru. Tanpa mengetahui apakah yang diikutinya baik atau buruk. Dalam pendidikan partisipatif seorang pendidik lebih berperan sebagai tenaga fasilitator, sedangkan keaktifan lebih dibebankan kepada peserta didik.

Dalam PBM siswa didorong untuk melakukan pembelajaran sejauh mana mampu melakukan ekplorasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa PBM relevan dengan teori Dewey “Democracy and Education” dan PBM akan membantu meningkatkan keingintahuan siswa dan kebebasan untuk belajar.

  1. Piaget dan Vygosky (Kontruktivisme)

Piaget dan Vygosky adalah pengembang teori kontruktivisme. Dasar dari teori ini adalah anggapan bahwa pengetahuan merupakanhasil konstruksi manusia. Manusia mengkontruksi pengetahuannya melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena dan lingkungan mereka. Piaget menjelaskan bahwa anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus-menerus berusaha memahami kondisi sekitarnya. Rasa ingin tahu ini memotivasi mereka untuk secara aktif membangun tampilan dalam otak mereka tentang lingkungan yang mereka hayati. Lebih lanjut Piaget (1951 dalam Komalasari: 2013: 20) menjelaskan bahwa:

 

“Bagaimana seorang memperoleh keterampilan intelektual, pada umumnya akan berhubungan dengan proses mencari keseimbangan antara apa yang ia rasakan dan ketahui pada satu sisi dengan apa yang ia lihat sebgai suatu fenomena baru sebagai pengalaman dan persoalan. Bila seseorang dalam kondisi sekarang dapat mengatasi situasi baru, keseimbangan dirinya tidak akan terganggu. Jika tidak, ia harus melakukan adaptasi dengan lingkungannya. Proses adaptasi ini melalui asimiliasi, akomodasi, dan ekuilibrasi.”

 

Dalam PBM siswa dengan segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Karena dengan PBM proses belajar akan terjadi bila mengikuti langkah-langkah asimiliasi, akomodasi, dan ekuilibrasi (penyeimbangan). Proses asimiliasi ialah proses penyesuaian atau penyatuan informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki individu. Proses akomodasi merupakan proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Sedamg proses ekuilibrasi merupakan penyesuaian berkesinambungan antara asimiliasi dan akomodasi.

Sedang Vygosky menerangkan bahwa perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru yang menantang dan ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah. Vygotsky (1978 dalam Komalasari 2013: 22) mengemukakan:

 

“Perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang sesuai dengan teori sosiogenesis. Dimensi kesadaran sosial bersifat primer, sedang dimensi individualnya bersifat derivative atau merupakan turunan dan bersifat sekunder. Artinya pengetahuan dan perkembangan kognitif individu berasal dari sumber-sumber sosial di luar dirinya. Hal ini berarti bahwa individu tidak bersikap pasif dalam perkembangan kognitifnya, tetapi pentingnya peran aktif seseorang dalam mengkonstruksi pengetahuannya.”

 

Vygosky mendasarkan teorinya pada aspek sosial pembelajaran, bahwa jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar sosial budaya dan sejarahnya. Dalam PBM siswa didorong untuk berhadapan langsung dengan masalah (identifikasi masalah) dan memecahkan masalah secara kelompok (sosial). Dengan demikian PBM dapat disimpulkan relevan dengan teori Vygosky dan akan meningkatkan perkembangan intelektual siswa secara sosial.

  1. Bruner (Penemuan)

Bruner mengatakan bahwa pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia maka dengan sendirinya pula akan memberikan hasil yang paling baik. Bruner (1973 dalam Dahar, 2011: 77) mengemukakan bahwa “belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu ialah; (1) memperoleh informasi, (2) transformasi informasi, dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan.”

Bruner lebih menekankan bahwa siswa berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya akan menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Dalam PBM siswa didorong untuk belajar secara mandiri dan menyusun cara untuk pemecahan masalah yang ditemukannya. Dengan demikian PBM dapat disimpulkan akan memberikan pengetahuan dan meningkatkan belajar mandiri siswa secara aktif.